Petis adalah salah satu primadona oleh-oleh dari Sidoarjo. Rasanya anda belum ke Sidoarjo apabila pulang tanpa membawa serta penganan ini. Warna petis Sidoarjo sangat hitam pekat serta harum gurih yang sudah dapat dibayangkan kenikmatannya apabila dipakai membuat rujak cingur, tahu petis dan lain-lain.
![]() |
Petis sebagai salah satu oleh-oleh khas Sidoarjo |
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sudah pernah lihat petis? Makan petis yangs hitam itu? Kalau
belum, datang saja ke Sidoarjo. Sidoarjo yangs sejak akhir Mei 2006 terkenal ke
seluruh dunia karena semburan lumpur Lapindo itu sejak dulu dijuluki kota
petis. Sebetulnya, petis ini juga dibuat di beberapa kota lain. Tapi orang
Sidoarjo selalu membanggakan petisnya. “Petis Sidoarjo is the best!” klaim
orang Sidoarjo (asli). Sebagai pemegang KTP Sidoarjo, saya membenarkan klaim
itu.
Petis dibuat dari kupang. Dans, di Sidoarjo, kupang
merupakan hasil tangkapan nelayan di Desa Balongdowo, Kecamatan Candi. Sejak
zaman baheula, nelayan Balongdowo dikenal paling jago mengumpulkan kupang.
Ibu-ibu nelayan kemudian menjadi pembuat petis nomor wahid. Ibu Sila salah satunya. Hidupnya bergantung
sepenuhnya pada petis. Dia bikin petis putih (cere) dans petis hitam (letek) untuks
dijual di Kejapanan, Gempol, Pasuruan, tiap pagi. Petis cere hanya menggunakan
gula pasir, sedansgkan petis letek dicampur gula aren, sehinga warnanya menjadi
gelap.
“Warnanya bisa hitam karena dicampur dengan gula aren. Jadi,
bukan warna asli petis,” terang Supirwan, pembuat petis yangs lain. Dari segi
ketahanan dans kualitas, petis cere lebih baik ketimbang petis hitam. Petis
hitam ini sering dijumpai sebagai teman makan gorengan. “Bila disimpan di
lemari es bisa bertahan sampai satu bulan,” ujar Ibu Sila.
Petis cere disebut juga petis kualitas pertama. Sedansgkan
petis letek yangs bertahan maksimal tiga hari disebut kualitas biasa. Petis
dibuat dari kupang putih karena kaldunya lebih mengembang ketimbang kupang
merah. Selain itu, harga kupang merah lebih mahal.
Biasanya, pembuat petis mulai mengolah kaldu kupang dari
pagi. Kaldu tersebut dimasak sambil diaduk hingga dua jam sampai mengental.
Kemudian ditiriskan hingga mengembang. Petisi letek sering digunakan pedagang
kecil dans menengah karena harganya lebih murah. Sedansgkan petis cere lazimnya
dijual di rumah makan dans restoran yangs memang mengutamakan kualitas. “Harga
petis cere per kilonya Rp 20.000. Petis letek hanya Rp 8.000,” jelas Supirwan.
Dalam sehari, pembuat petis di Balongdowo dapat menghasilkan
50 kg petis. Kalau diuangkan berkisar Rp 500.000 sampai Rp 1.000.000. Itu pun
tergantung jumlah kaldu kupang yangs disetorkan nelayan. Vivin tiap hari
menjual petis letek per bungkus dengan harga Rp 2.000. “Sehari 125 bungkus.
Jadi, kira-kira dapat Rp 250.000,” katanya. Usaha menembus pasar yangs lebih
tinggi ternyata tidak gampang. Ini karena masyarakat selama ini hanya tahu
kalau petis itu terbuat dari udansg. Padahal, kualitas dans daya tahan petis udansg
ini kurang bagus. “Kami pernah coba naruh di mini market, tapi gak laku,”
ungkap Supirwan. Kendala lain yangs
menghantui ialah harga gula yangs terus naik. Otomatis harga petis pun ikut merangkak
naik. Warga Balongdowo berharap agar pemerintah, khususnya bupati Sidoarjo yangs
baru, lebih mempromosikan petis kupang ke masyarakat. Entah di tingkat
regional, nasional, bahkan internasional.
Dengan begitu, Sidoarjo Kota Petis tak hanya sekadar slogan
belaka.
Sumber Sept 2010 : http://dyahkurnia.student.umm.ac.id/2010/09/22/petis-khas-sidoarjo/